Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi meluncurkan sebuah produk Penawaran Efek yang dikenalkan melewati Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi yang biasa dikenal oleh masyarakat dengan Securities Crowdfunding/SCF.
Pada dasarnya SCF nantinya akan menyediakan dana bagi UKM yang menyediakan barang dan jasa Pemerintah dengan potensi yang lumayan besar. Pada saat ini pemerintah mengadakan UKM tercatat sekitar Rp74 triliun disertai dengan dilibatkannya 160 ribu UKM.
Sesuai dengan situs resmi yang dimiliki oleh OJK, Jakarta, Senin (8/2/2021), dalam POJK Nomor 57/POJK.04/2020 yang berisi tentang Penawaran Efek Melalui Layanan Urun Dana Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding) telah dijelaskan mengenai sistem regulasi ini nantinya akan memberikan kemudahan bagi para UKM dalam menjangkau pasar, melalui cara yang mudah yaitu Efek yang ditawarkan selain bersifat ekuitas (saham) juga bisa Efek bersifat utang dan atau Sukuk.
Selain menyediakan Securities Crowdfunding (SCF), sebelumnya juga terdapat sistem Equity Crowdfunding. Equity crowdfunding sebagai salah satu jalan alternative agar masyarakat ikut serta menjamin kesuksesan ekonomi.
Tidak hanya dengan tujuan tersebut, Equity Crowdfunding nantinya akan memperluas issuer, yang sebelumnya merupakan suatu badan hukum dengan bentuk PT yang sekarang boleh berbadan hukum, seperti koperasi. Juga terdapat beberapa bisnis yang tidak berbadan hukum, seperti Firma, Persekutuan Perdata atau Persekutuan Komanditer.
Crowdfunding juga dapat diartikan sebagai teknik pendanaan yang nantinya akan melibatkan masyarakat dalam jangkauan yang luas. Konsep crowdfunding secara perdana diluncurkan oleh pihak amerika serikat melalui situs yang bernama Artistshare. Dalam situs tersebut terdapat sebagian musisi mulai mengumpulkan dana dari para masyarakat.
Inilah yang menyebabkan ide munculnya beberapa situs crowdfunding lainnya yang tidak lain seperti kickstarter yang berada dalam lingkup pendanaan kreatif tepatnya pada tahun 2009 dan Gofundme yang mengelola pendanaan berbagai acara dan bisnis pada tahun 2010.
Dalam waktu dua tahun lamanya setelah disahkannya P2P lending, OJK juga resmi mengesahkan POJK No.37/POJK.04/2018 yang berisi tentang system Layanan Urun Dana Melalui Penawaran Saham Berbasis Teknologi Informasi (Equity Crowdfunding). Equity crowdfunding bias dibilanng sesuatu yang dikategorikan baru di Indonesia, karena hingga saat ini baru ada 3 perusahaan yang menyelenggarakan equity crowdfunding dan juga telah berizin resmi di OJK.
Meski di indonesi belum terlalu popular, namun crowdfunding memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi instrumen pengumpulan dana investasi. Penggunaan aplikasi ini bias dibilang cukup mudah, karena pada dasarnya semua masyarakat hampir seluruhnya telah menguasai cara pengoperasian teknologi, sehingga mudah untuk digunakan.
Perlu diketahui, bahwa pada dasarnya equity crowdfunding dapat diartikan sama dengan Penyelenggara Layanan Urun Dana, investasi pasar modal, ada Penerbit, dan Pemodal. Namun ada juga yang membedakannya, yaitu terletak pada equity crowdfunding penawaran saham dilakukan oleh penerbit untuk menjual saham yang dimiliki secara langsung dengan system online, kemudian para Penerbit adalah badan hukum Indonesia berbentuk Perseroan Terbatas dengan jumlah modal disetor tidak lebih dari Rp30 Miliar.
Terdapat penerbit yang juga dilarang, dengan kriteria: sebuah perusahaan yang dikendalikan oleh pihak konglomerasi, termasuk dalam perusahaan terbuka atau anak perusahaan terbuka, dan memiliki kekayaan lebih dari 10 miliar rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan).
Dalam praktik yang terjadi di lapangan, terdapat tiga pelaku utama, antara lain: Pertama, Penerbit merupakan badan hukum Indonesia berbentuk perseroan terbatas yang menawarkan saham melalui penyelenggara. Kedua, Penyelenggara Layanan Urun Dana yang selanjutnya disebut Penyelenggara adalah badan hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan Layanan Urun Dana. Ketiga, Pemodal adalah pihak yang melakukan pembelian saham Penerbit melalui Penyelenggara.
Penawaran saham setiap penerbit melalui layanan urun dana ini dilakukan melalui penyelenggara yang telah memperoleh izin dari OJK dan penawaran saham dilakukan dalam jangka waktu paling lama 12 bulan dengan total dana yang dihimpun melalui penawaran saham paling banyak Rp10 Miliar.
Selain itu, berdasarkan POJK Nomor 37/POJK.04/2018, setiap pemodal dengan penghasilan sampai dengan Rp500 Juta per tahun, maka batas maksimal investasi pemodal tersebut adalah 5% dari jumlah pendapatan per tahun. Setiap pemodal dengan penghasilan lebih dari Rp500 Juta per tahun, maka batas maksimal investasi pemodal tersebut adalah 10% dari jumlah pendapatan per tahun.
Peraturan tersebut tidak berlaku bagi para pemodal yang memiliki badan hukum dan mempunyai pengalaman berinvestasi di Pasar Modal yang dibuktikan dengan kepemilikan rekening dampak minimal 2 (dua) tahun sebelum terjadinya masa penawaran saham.
Melihat peluang yang cukup besar ini, sangat disayangkan bahwa pertumbuhan crowdfunding Indonesia masih cukup lambat dikarenakan hubungan yang menyebabkan saling tergantungnya antara perbankan yang saat ini masih diminati oleh masyarakat Indonesia dibandingkan dengan platform crowdfunding.
Apabila masyarakat tiba tiba memiliki ide kreatif ingin membuka sebuah usaha, alangkah baiknya jika langsung saja menghubungi pihak yang berhubungan dengan crowfunding melalui aplikasi. Hal ini nantinya diharapkan dapat memberi kemudahan dalam bentuk pemberian dana.
Sesuai dengan pendapat yang diberikan oleh Ketua Dewan Komisioner OJK,Wimboh Santoso hadirnya SCF diharapkan dapat memberikan pendanaan dengan kategori cepat, mudah, dan murah bagi kalangan generasi muda dan UKM yang tidak memiliki label agar dapat semakin berkembang dengan maksimal, khususnya UKM mitra pemerintah.
Dengan kerjasaman yang terjalin baik bersama pemerintah, SCF sudah dipastikan dapat menyediakan pendanaan bagi UKM yang memiliki potensi cukup besar.